BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak
manusia lahir ke dunia manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri
pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan
kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan
bermakna manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu
strategi pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan.
Dalam
pembelajaran dengan penemuan atau inkuiri, siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsi-prinsip, dan
guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Mempersiapkan situasi bagi siswa untuk
melakukan eksperimen sendiri. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari
sendiri jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang kami angkat sebagaimana yang kami jelaskan sebelumnya pada
latar belakang permasalahan yaitu :
1. Bagaimana
Konsep Dasar dan Prinsip-prinsip Penggunaan SPI?
2.
Seperti apa
langkah pelaksanaan serta kesulitan dalam implementasi SPI?
3. Kemukakan
keunggulan dan kelemahan SPI?
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI (SPI)
Strategi
pembelajaran inkuiri banyak dipengaruhi
oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran ini belajar pada hakikatnya
adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi
yang dimiliki setiap individu secara optimal. Belajar lebih dari sekedar proses
menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang
diperolehnya bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir.
Ranah
kognitif mempunyai enam tingkatan dari yang paling rendah : pengetahuan dasar
(fakta, peristiwa, informasi, istilah) sampai yang paling tinggi : evaluasi
(pandangan yang didasarkan atas pengetahuan dan pemikiran) sehingga merupakan
suatu hierarki.[1]
Pembinaan
pola pikir atau kognitif yakni pembinaan
kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam. Sasaran dari belajar
pengetahuan kegiatan kognitif adalah sistematisasi arus pikiran sendiri dan
sistemasisasi proses belajar dalam diri sendiri. Dalam psikologi modern
sistematisasi dan pengaturan kegiatan mental yang kognitif ini dipandang
senagai suatu proses kontrol (control
procces). Tujuan- tujuan pembelajaran kerap mengandung sasaran supaya siswa
belajar berpikir (how to think).
Sasaran ini secara teoritis dapat dibenarkan, tapi persoalannya terletak pada
bagaimana cara mengelola pengajaran ke arah itu (teaching students how to think).[2]
Menurut
teori-teori belajar yang beraliran kognitif, belajar pada hakikatnya bukan
pristiwa behavioral yang dapat diamati, tetapi proses mental seseorang untuk
memaknai lingkungannya sendiri. Proses mental itulah yang sebenarnya aspek yang
sangat penting dalam perilaku belajar. Koffka, misalnya, melalui teori belajar
Gestalt menjelaskan bahwa perubahan perilaku itu disebabkan karena adanya insight dalam diri siswa, dengan
demikian tugas guru adalah menyediakan lingkungan yang dapat memungkinkan
setiap siswa bisa menangkap dan mengembangkan insight itu sendiri.
Belajar
dengan insight adalah sebagai berikut:
a. Insight
tergantung dari kemampuan dasar.
b. Insight
tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan (dengan apa yang
dipelajari).
c. Insight
hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala
aspek yang perlu dapat diamati.
d. Insight
adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.
e. Belajar
dengan insight dapat diulangi.
f. Insight
sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.[3]
Demikian juga dalam teori medan yang
dikembangkan oleh Kurt Lewin, menekankan bahwa belajar itu pada dasarnya adalah
proses pengubahan struktur kognitif. Teori belajar lain yang mendasar SPI
adalah teori belajar konstruktivistik. Teori belajar ini di kembangkan oleh
Piaget. Menurut Piaget, pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan
ditemukan sendiri oleh siswa.
B. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Inkuiri ( SPI )
Strategi
pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan
siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristik, yang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
Dengan
strategi heuristik, bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa. Siswa yang
aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran. Guru sebagai fasilitator untuk
memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan. Srategi heuristik dapat digunakan
untuk mengajarakan berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan
strategi heuristik, diharapkan siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan
suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, akan
tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif seperti kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, dan terbuka. Strategi heuristik terbagi atas diskoperi dan
inkuiri.[4]
SPI
berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki
dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang
keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak Ia lahir ke dunia.
Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui
indra pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indra-indra lainnya. Hingga
dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan
otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh
keingintahuan itu. Dalam rangka itulah strategi inkuiri dikembangkan.
Akal
adalah karunia Allah SWT yang besar bagi manusia. Agama Islam berisi pedoman
bagi manusia yang berakal. Hanya manusia yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran dari penciptaan langit dan bumi.
ö@è% (#rçÅ Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#ø2 r&yt/ t,ù=yÜø9$# 4 ¢OèO ª!$# à×Å´Yã nor'ô±¨Y9$# notÅzFy$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇËÉÈ
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (QS. Al-Ankabut:20).
Ada
beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri.
Pertama,
strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu
sendiri.
Kedua,
seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self
belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru
bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitatordan motivator
belajar siswa.
Ketiga,
tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam
strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
Intisari
dari pendekatan inkuiri adalah memberi pembelajaran pada siswa untuk menangani
permasalahan yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata dengan
menggunakan tekhnik yang diterapkan oleh seorang peneliti. Dalam pembelajaran
inkuiri berarti para guru harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga
para siswa bekerja seperti seorang peneliti dengan menggunakan prosedur
penelitian atau investigasi, dan menyiapkan kerangka berpikir, hipotesis dan
penjelasan yang kompatibel dengan pengalaman pada dunia nyata.[5]
C. Prinsip-prinsip Penggunaan SPI
SPI
merupakan strategi yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak.
Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh empat
faktor, yaitu maturation, physical
experience, social experiance, dan equilibration.
Maturation
atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses
pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak dan
pertumbuhan sistem saraf. Pertumbuhan otak merupakan salah satu aspek yang
sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir (intelektual) anak. Otak bisa
dikatakan sebagai pusat atau sentral
perkembanagan dan fungsi kemanusiaan.
Physicial experience adalah
tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada
di lingkungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan individu
memungkinkan dapat mengembangkan aktivitas/daya pikir. Gerakan-gerakan fisik
yang dilakukan pada akhirnya akan bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau
ide-ide. Oleh karena itu, proses belajar yang murni tak akan terjadi tanpa
adanya pengalaman-pengalaman. Bagi Piaget, aksi atau tindakan adalah komponen
dasar pengalaman.
Social
experience adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui
pengalaman sosial, anak bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan atau
mendengarkan pandangan orang lain, tetapi juga akan menumbuhkan kesadaran bahwa
ada aturan lain disamping aturannya sendiri. Ada dua aspek pengalaman sosial
yang dapat membantu perkembangan intelektual. Pertama, pengalaman sosial akan dapat mengembangkan kemampuan
berbahasa. Kemampuan berbahasa ini diperoleh melalui percakapan, diskusi, dan
argumentasi dengan orang lain. Aktivitas-aktivitas semacam itu pada gilirannya
dapat memunculkan pengalaman-pengalaman mental yang memungkinkan atau memaksa
otak individu untuk bekerja. Kedua,
melalui pengalaman sosial anak mengurangi egocentric-nya.
Sedikit demi sedikit akan muncul kesadaran bahwa ada orang lain yang mungkin
berbeda dengan dirinya. Pengalaman semacam itu sangat bermanfaat untuk
mengembangkan konsep mental seperti misalnya kerendahan hati, toleransi,
kejujuran etika, moral, dan lain sebagainya.
Equilibration
adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan
pengetahuan baru yang ditemukannya.
Adakalanya anak dituntut untuk memperbarui pengetahuan yang sudah terbentuk
setelah ia menemukan informasi baru yang tidak sesuai.
Atas
dasar penjelasan di atas, maka dalam penggunaan SPI terdapat beberapa prinsip
yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di
bawah ini.
1. Berorientasi Pada Pengembangan Intelektual
Tujuan
utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Karena itu,
kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi
inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi
pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan
sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus
ditemukan oleh siswa melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat
ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang
harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.
2. Prinsip Interaksi
Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interksi antara siswa dengan
lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru
bukan sebagai sumber belajar tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur
interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa
mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru
untuk mengatur interksi memang bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru terjebak
oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri.
3. Prinsip Bertanya
Peran
guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya.
Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk
bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan berbagai jenis dan
tekhnik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya
sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk
mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji.
4. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar
bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think), yakni
proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan,
baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir
adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar hanya cenderung
memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan
rasional, akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu,
belajar berpikir logis dan rasional perlu di dukung oleh pergerakan otak kanan,
misalnya dengan memasukkan unsur –unsur yang dapat mempengaruhi emosi, yaitu
unsur estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan.
5. Prinsip Keterbukaan
Belajar
adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja
terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai
dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna
adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis
yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk
memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.[6]
D. Langkah Pelaksanaan SPI
Secara umum proses pembelajaran dengan
menggunakan SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah
orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
responsif. Padahal langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan
proses pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting.
Keberhasilan SPI sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas
menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah Beberapa hal yang dapat
dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah:
a. Menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
b. Menjelaskan
pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.
c. Menjelaskan
pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan
masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung
teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk
berpikir dan memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan
masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan
siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah
yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses
tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental dalam proses berpikir. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam merumuskan masalah, antara lain:
a. Masalah
hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar
yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.
b. Masalah
yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti.
Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut
guru jawaban sebenarnya sudah ada.
c. Konsep-konsep
dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh
siswa.
3. Merumuskan
Hipotesis
Merumuskan
hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau
potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu
lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk
menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala
individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang
bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab itu, potensi untuk
mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina. Perkiraan
sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan
berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional
dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh
kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan
data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji
hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data
merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan
potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini
adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Tidak apresiatif itu biasanya
ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala guru
menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus menerus
memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai
jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang
untuk berpikir.
5. Menguji Hipotesis
Menguji
hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan
data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Di samping
itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional.
Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi ,
akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan
kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperolah berdasarkan
hasil pengujian hipotesis. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang
diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah
yang hendak dipecahkan. Karna itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.[7]
E. Kesulitan-kesulitan Implementasi SPI
Sebagai suatu strategi pembelajaran,
SPI dalam penerapannya terdapat beberapa kesulitan.
Pertama,
SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang
bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan
hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran
sebagai proses menyampaikan informasi yang lebih menekankan kepada hasil
belajar, banyak yang merasah keberatan untuk mengubah pola mengajarnya. Bahkan
ada guru yang menganggap SPI sebagai strategi yang tidak mungkin dapat
diterapkan karena tidak sesuai dengan budaya dan sistem pendidikan di
Indonesia. Apalagi sifat guru yang cenderung konvensional, sulit untuk menerima pembaruan-pembaruan.
Kedua,
sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya
adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka guru
adalah sumber belajar yang utama. Karena budaya belajar semacam itu sudah
terbentuk dan menjadi kebiasaan, maka akan sulit mengubah pola belajar mereka
dengan menjadikan belajar sebagai proses berpikir. Mereka akan sulit manakala
disuruh untuk bertanya. Demikian juga dalam menjawab pertanyaan. Mereka akan
mengalami kesulitan untuk menjawab setiap pertanyaan, walaupun pertanyaan itu
sangat sederhana.
Ketiga, berhubungan dengan sistem pendidikan
kita yang dianggap tidak konsisten. Guru akan mendua hati, apakah ia akan
melaksanakan pola pembelajaran dengan mengunakan inkuiri sebagai strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, atau akan mengembangkan pola
pembelajaran yang diarahkan agar siswa dapat mengerjakan atau menjawab soal-soal
hafalan.
E.
Keunggulan dan Kelemahan SPI
1.
Keunggulan
SPI
merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini
memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
a. SPI
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui
strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. SPI
dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
c. SPI
merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar dalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
d. Keuntungan
lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang meiliki kemampuan
belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2.
Kelemahan
Di
samping meiliki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
a. Jika
SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol
kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi
ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang-kadang
dalam mengimplementasikannya , memerlukan waktu yang panjang sehingga sering
guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Selama
kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemempuan siswa menguasai materi
pelajaran, maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembinaan pola pikir atau kognitif yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan
yang luas dan mendalam. SPI berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke
dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa
ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak
Ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala
sesuatu melalui indra pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indra-indra
lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang
dengan menggunakan otak dan pikirannya.
Adapun Prinsip-prinsip Penggunaan SPI
1. Berorientasi
Pada Pengembangan Intelektual
2. Prinsip
Interaksi
3. Prinsip
Bertanya
4. Prinsip
Belajar untuk Berpikir
5. Prinsip
Keterbukaan
Sedangkan
langkah pelaksanaannya yakni sebagai berikut
1. Orientasi
2. Merumuskan
Masalah
3. Merumuskan
Hipotesis
4. Mengumpulkan
Data
5. Menguji
Hipotesis
6. Merumuskan
Kesimpulan
Kesulitan
Impementasi SPI
1. SPI
merupakan strategi pembelajaran yang menekanka pada proses berpikir.
2. Belajar
pada dasarnya adalah menerima materi dari guru.
3. Berhubungan
dengan sistem pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten.
Sejauh
kita memahami strategi pembelajaran SPI sejalan dengan banyaknya strategi
pembelajaran maka pastilah SPI juga memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan,
demikian halnya dengan strategi pembelajaran lainnya yang memiliki keunggulan
dan kelemahannya masing-masing.
B. SARAN
Dari makalah kami yang singkat ini
mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik
datangnya dari Allah dan yang buruk datangnya dari kami, juga kami sadar bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi.
Oleh sebab itu, kritik maupun saran pembaca senantiasa kami harapkan agar dapat
kami jadikan bahan perbandingan untuk karya-karya kami selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Aqib,
Zainal .Profesionalisme Guru Dalam
Pembelajaran, Surabaya : Insan
Cendekia, 2002
Djamarah,
Syaiful Bahri . Psikologi Belajar,
Jakarta, Rineka Cipta, 2008
Hakim,
Lukmanul. Perencanaan Pembelajaran,
Bandung, CV Wacana Prima, 2011
Majid,
Abdul. Perencanaan Pembelajaran
Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012
Nasution,
Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Bumi Aksara, 2012
Sanjaya,
H. Wina . Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006
[2] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan
Standar Kompetensi Guru, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012, hal. 72,74
[3] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka
Cipta, 2008, hal. 19
[4] H. Zainal Aqib, Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran,
Surabaya, Insan Cendekia, 2002, hal. 54
[5] Drs. Lukmanul Hakim M. pd, Perencanaan Pembelajaran, Bandung,
Wacana Prima, 2011, hal. 49
[6] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.
Pd, Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006, hal.
199-201
[7] Ibid, Prof. Dr. H. Wina Sanjaya
M, pd, hal. 202-205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar