OLEH:
Nama: burhanuddin
Nim: 12220027
Semester: v b
Prodi pendidikan agama islam
(pai)
Sekolah tinggi agama islam
(stai)as’adiyah
sengkang kabupaten wajo
sengkang kabupaten wajo
Tahun ajaran 2O14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Melihat dari realita dalam kehidupan
dijaman moderen ini, sebagian besar umat islam yang keislamannya hanya sebagai
identitas saja. Cara bertutur kata, berprilaku, berpakaian (akhlak) tidak
sesuai dengan ajaran islam yang sebenarnya. Dengan dakwah, umat islam bisa
berpikir lebih baik sehingga timbul rasa kesadaran, penyesalan diri
masing-masing untuk berprilaku yang islami.
Makalah ini
mengajak kaum muslimin dan muslimat untuk mengetahui pentingnya dakwah dalam
perubahan karakter dari yang tidak baik menjadi baik dan mengetahui berdakwah
itu sebagai amanah bagi kaum muslimin dan muslimat
B. Rumusan Masalah
1. Peranan da’i dalam kehidupan
2. Hukumdalam berdakwah
3. Persiapan dalam materi dakwah
4. Retorika da’i dalam berdakwah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Unsur-unsur dakwah
adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Adapun
unsur-unsur dakwah adalah:
Da’i (pelaku dakwah)
Nasaruddin Lathif
mendevinisikan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah
sebagai suatu amaliah pokok.
Seorang da’i hendaklah
mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan,
serata apa yang dihadirkan dakwa untuk memberi solusi,terhadap problema yang
dihadapi manusia, juga cara-cara yabg dihadirkannya untuk menjadikan agar
pemikiran dan prilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.
Da'i/muballigh
adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah [ fi-Sabiilillah ], atau mengajak
orang untuk memahami dan mengamalkan
Al-Qur'an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW.
Berhasil tidaknya gerakan dakwah
sangan ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan
kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan
prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu
para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi
metodologis :
1. Kompetensi Substantif :
1]. Memahami agama
Islam swecara konverhensif, tepat dan benar.
2]. Memiliki al-akhlaq
al- kariimah, seorang pribadi yang
menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak oang menuju kemuliaan, tentula
seorang da’i memiliki akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh
aspek kehidupannya,seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar,
ا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
“ Hai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
“ [ Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 ]
3]. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang relatif luas, yang
dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu pengetahuan yang paling
tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain, ilmu bahasa, ilmu
komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi informasi baik cetak maupun
elektronik, ilmu patologi sosial dll.
4]. Memahami hakikat
dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan prubahan sesuai dengan
al-Qur’an dan al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai
contoh : Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan
atau keyakinan yang betil kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama
Islam menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan
ajaran Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada
manusia untuk dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang dengan ichlasan,
tekat yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman :
إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka menguh keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri “. [ Q.S. ar-Ra’d 13: 11 ]
عَنْ أَنَسٍ عَن النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“ Tidak
sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya
seperti ia mencintai dirinya sendiri.” [ HR. Bukhari dan Muslim ] .
Waktu Nabi
Muhammad SAW berdakwah, beliau dicaci maki dan sisakiti secara fisik, Nbi
Muhammad SAW berdo’a :
اللهم اغفر لقومى فإ نهم لا
يعلمون
“ Ya Allah,
ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”
6]. Mengenal kondisi
lingkungan dengan baik. Da’I harus memahami latar belakang kondisi social,
ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah,
paling tidak mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar
pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
7]. Memiliki kejujuran
dan rasa ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupkan factor yang sangat
prinsip, dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT, dan aktifitas
dakwah yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari
Allah SWT.
2. Kompetensi Metodologis :
1]. Da’i atau
muballigh harus mampu mengidentifikasi
permasalah dakwah yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menemukan
kondisi objektif permasalah yang dihadapi oleh objek dakwah.
2]. Muballigh harus
mampu mencari dan mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektif objek
dakwah serta kondisi lingkungannya.
3]. Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan
kemampuan pertama dan kedua di atas seorang da’I akan mampu menyusun
langkah-langkah perencanaan bagi kegiatan dakwah yang dilakukannya.
4]. Berkemampuan untuk merealisasikan perencanaan
tersebut dalam melaksanakan kegiatan dakwa.
B. Mad’u (Penerima Dakwah)
Mad’u adalah manusia
yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia menerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai klompok, baik manusia yang beragama islam maupun tiak;
dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama
ilam adalah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama islam; sedangkan
kepada orang-orang islam adal ah untuk meningkatkan lagi kualitas iman, islam,
dan ikhsan.
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga mad’u, yaitu mukmin,
kafir, dan munafik.
1. Mukmin,
yaitu seorang muslim yang sudah istiqomah atau konsisten dalam berpegang kepada
nilai-nilai kebenaran sampai kepada hal-hal yang terkecil, seperti mukmin hanya
berbicara yang baik, jika mendapati sesuatu yang mengganggu orang lewat ketika
ia melewati suatu jalan maka ia tidak akan meneruskan perjalanannya sebelum
menyingkirkan sesuatu yang mengganggu itu, merasa sependerita dengan mukmin
yang lain dan seebagainya.
2. Kafir, yaitu orang menyembunyikan atau
mengingkari kebenaran,sepert orang yang tidak beragama islam atau orang yang
tidak mau membaca syahadat, orang islam yang tidak mau sholat, orang islam yang
tidak mau berpuasa dan berzakat.
3.
Munafik, yaitu terminologi dalam
islam yang merujuk kepada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama namun
sebenarnya tidak mengakuinya dalam hatinya, seperti saat berkata-kata dia
berdusta, ketika berjanji dia ingkari, ketika diberi amanah dia khianati.
Objek dakwah [
mad’u ] ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia,
sebagaimana firman Allah SWT :
“
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainka kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” [Q.S. As-Saba’ 34: 28 ].
Berdasarkan ayat
tersebut dapat difahami bahwa objek atau sasaran dakwah secara umum adalah
seluruh manusia, dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau dari berbagai aspek secara khusus sebagai
berikut :
1. Aspek usia ;
anak-anak, remaja dan orang tua.
2. Aspek kelamin ;
Laki-laki dan perempuan.
3. Aspek agama ;
Islam dan kafir atau non muslim
4. Aspek sosiologis
; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan
kota besar, serta masyarakat
marjinal dari kota besar.
5. Aspek sturktur
kelembagaan ; Legislati, ekskutif, dan yudikatif.
6. Aspek kultur
ke-beragamaan ; Priyayi, abangan dan santri.
7. Aspek ekonomi ;
Golongan kaya, menegah, dan miskin.
8. Aspek mata
pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan,karyawan, buruh dll.
9. Aspek khusus ;
Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna
karya, dan narapidana.
10. Komunitas masyarakat
seniman, baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.
Para da’I tidak cukup
hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi
yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek atau sasaran
dakwah itu sendiri. Adapun hakikat objek
dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek dakwah, baik problem
yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu’amalah [ pndidikan, social,
ekonomi, polit
C.
Hukum Dakwah
Jika min yang ada pada
Surat Ali Imaron ayat. 125 di atas [ minkum ] adalah min lil bayaniyah,
maka dakwah menjadi kewajiban bagi
setiap orang [ individual ] orang Islam, tetapi jika min dalam ayat tersebut adalah min littab ‘idhiyyah [
menyatakan untuk sebahagian ] maka dakwah menjadi kewajiban ummat secara
kolektif atau pardhu kifayah. Dua
pengertian tersebut dapat digunakan sekaligus.
Untuk hal-hal yang mampu
dilaksanakan secara individual, dakwah menjadi kewajiban setiap muslim [
fardhu ‘ain ] , sedangkan untuk hal-hal yang hanya mampu dilaksanakan secara
kolektif, maka dakwah menjadi kewajiban yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah
]. Setiap muslim dan muslimat yang sudah
baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara pasif dalam arti semua sikap dan
prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat
menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat.
Kewajiban berdakwah
bagi setiap individu, selain dinyatakan dalam ayat tersebut di atas ditegaskan
juga dalam
Al-Qur’an, dan pesan Rasulullah Saw pada waktu Haji Wada’, :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا
الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Artinya: “ Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran “.[Q.S. Al-‘Ashr/103].
فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّهُ رُبَّ مُبَلِّغٍ
يُبَلِّغُهُ لِمَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ (رواه البخا رى )
“
....maka hendaklah yang menyaksikan di antara kamu menyampaikan kepada yang
tidak hadir, karena boleh jadi yang hadir itu menyampaikannya kepada orang ..”.
[ H.R. Bukhari ].
Dalam kesempatan lain
Rasulullah bersabda :
بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً رواه البخاري)
Artinya: "..... sampaikanlah apa yang (kamu terima) dariku,
walaupun satu ayat..."
(HR Bukhari)
D. Maddah (materi penyampaian dakwah)
Maddah adalah isi pesan atau materi
yang disampaikan Da’i kepada Mad’u. Secara umum materi dakwa dapat
diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:
1.
Masalah akidah (keimanan)
2.
Masalah syariah (hukum)
3.
Masalah muamalah (hubungan sosial)
4. Masalah akhlak (tingkah laku).
Allah SWT telah
memberi petunjuk tentang materi dakwah
yang harus disampaikan , untuk lebih jelasnya perlu mencermati firman Allah Swt
sebagai berikut :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“ Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar……[Q.S. Ali-Imran : 104 ].
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan
Tuhanmu…..” [ Q.S. As-Nahl: 125]
Dalam ayat
tersebut yang dimaksud al-Khair adalah nilai-nilai universal yang diajarkan
oleh Al-Qur’an dan Sunnah, Al-Khair menurut Rasulullah Saw sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ibn Katsir dalam Tafsirnya adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Nbi
Muhammad Saw, sedangkan Al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan
umum suatu masyarakat selama sejalan dengan Al-Khair. Yang dimaksud dengan Sabili Rabbika adalah
jalan yang ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajara Islam.
Dari dua ayat
tersebut dapat difahami bahwa materi dakwah pada gasis besarnya dapat dibagi
dua :
1. Al-Qur’an dan Hadits
2. Pokok-pokok ajaran
Islam yaitu ; aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalah mencakup pendidikan,
ekonomi, social, politik, bua dll Thariqah (metode dakwah)
E. Thariqah (metode dakwah)
Metode dakwah adalah
cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip
metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“ Serulah [
manusia ] kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“
[ Q.S. An-Nahl 16: 125 ].
Dari ayart tersebut
dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada
tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah
khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak
penafsiran para Ulama’ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya
mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan
dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
2. Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi
ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.
3. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali
dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin
menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan
bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus
menganggap bahwa para peserta mujadalah
atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai
kebenaran. Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga
prinsip metode tersebut. Selain metode
tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيمَانِ
“ Siapa di
antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu,
ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang
terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Dari hadis tersebut terdapat tiga
tahapan metode yaitu ;
1. Metode dengan tangan [ bilyadi ], tangan di sini bisa difahami
secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga
tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan
sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dakwah dengan lisan [ billisan ], maksudnya dengan
kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan
kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
3. Metode dakwah dengan hati [
bilqolb ], yang dimaksud
dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap
ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau
objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan
mungkin memusuhi dan membenci da’I atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi
sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya
mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Selain dari metode
tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun
hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala
hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh
akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan
sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik
dalam kehidupan sehar-hari.
F. Wasilah (media dakwah)
Wasilah/media dakwah adalah alat yang
digunakn untuk menyampaikan ajaran islam kepada umat, Hamzah Ya’qup membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu;
1.
Lisan (berpidato, cerama, bimbingan,
penyuluhan,dan sebagainy)
2.
Tulisan (karya tulis, mjlah, surat
kabar, dn spanduk)
3.
Lukisan (gambar dankariktur)
4.
Audiovisual (televisi, radio,
internet, dan debagainya)
Akhlak (melalui
perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan jaran islam yang secara langsug
dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u).
G. Atsar (efek)
Dalam setiap aktivitas dakwah pasti
akan menimbulkan fek atau reaksi. Artinya, jika dakwa telah diakukan oleh
seorang da’i engan materi dakwah, Wasilah dan thariqah tertentu maka akan
timbul respon dan efek pada si Mad’u.
Atsar (efek)
sering disebut denga feadback (umpan balik) dari proses dakwah ini sering
dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da’i. Kebanyakan mereka
menganggap bahwa setelah berdakwah, maka selesailah dakwah. Padahal, atsar
sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya.
H.
Managemen
Dakwah
Magagamen dakwah memegang
pranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah. Yang dimaksud dengan
managemen dakwah adalah suatu proses pemampatan serta pendayagunaan kseluruhan
sub system dakwah dakwah secara effektif untuk mencapai sasaran dan tujuan
dakwah.
Dalam upaya membangun managemen dakwah harus memperhatikan
prinsip-prinsip managemen secara keseluruhan, yang dimaksud dengan
prinsip-prinsip managemen dakwah adalah :
1. Organisasi dakwah.
Oraganisasi dakwah yang dibentuk dengan baik, dengan menempatkan
seseorang dalam struktur organisasi sesuai dengan bidang, bakat, dan minat
mereka masing masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi
kekuatan gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif, dan akan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.
2. Plening dakwah. Perencanaan dakwah yang baik dan terprogran
secara rapi, dan bertahap akan sangat menetukan tahapan-tahapan apa yang harus
dicapai, sebaliknya dakwah yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang mateng akan
sulit mencapai sasaran dan tujuan yang jelas.
3. Aktuating dakwah atau pelaksanaan dakwah, dakwah yang dilaksanakan dengan berlandaskan perencanaan dakwah yang matang biasanya
kegiatan dakwah akan dapan dilaksanakan secara tertib, teratur, dan efektif.
5.
Kontroling dakwah. Mengontrol kegiatan dakwah sangat penting
untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses dakwah,
dan sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses kegiatan dakwah.
6. Evaluasi dakwah. Untuk mengetahui apakah dakwah itu berhasil
atau tidak, gagal atau tidak harus ada proses evaluasi yang cermat, teliti, dan
objektif, dengan menetapkan parameter-parameter keberhasilan atau ketidak
berhasilan suatu aktifitas dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif
dapat dijadikan konsideran untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang
lebih efewktif pada masa berikutnya, dan isyarat untuk mengadakan evaluasi
terdapat dalam firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” [ Q.S.
Al-Hasyr 59: 18 ].
Dari ayat
tersebut dapat difahami bahwa perlu adanya suatu proses evaluasi terhadap
kegiatan yang telah dilakukan, untuk merencanakan hidup yang lebih baik di
masa-masa yang akan datang, termasuk kegiatan dakwak yang telah dilakukan
perludi evaluasi.
I.
Retorika Da'wah
Retorika (rhetoric) secara harfiyah artinya berpidato atau
kepandaian berbicara. Kini lebih dikenal dengan nama public speaking.
Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai permainan kata-kata (words
games), juga bermakna propaganda (mempengaruhi atau mengendalikan pemikiran
perilaku orang lain.
Menurut Aristoteles, dalam retorika terdapat 3 bagian inti yaitu:
1. Ethos (ethical):
yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi
2.
Pathos (emotional): yaitu perasaan emosional khalayak
yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.
3.
Logos (logical) : yaitu pemilihan kata atau
kalimat atau ungkapan oleh pembicara.
Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah
drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu mendramatisir (membuat
jama’ah merasa tertarik) terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher
bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling).
Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk
berceramah dan untuk menjadi muballigh.
Adapun dakwah berasal dari
bahasa Arab yang artinya ‘mengajak’ atau ‘menyeru’. Banyak sekali pengertian
dakwah yang dikemukakan oleh para ahli dakwah, tapi pada prinsipnya dapat
disimpulkan bahwa dakwah adalah aktivitas mengubah situasi dan kondisi yang
tidak sesuai dengan Islam menjadi situasi dan kondisi yang sesuai dengan
kehidupan Islam. Dengan demikian yang diinginkan oleh dakwah adalah terjadinya
perubahan ke arah kehidupan yang lebih Islami.
Dari definisi di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa retorika dakwah adalah ketrampilan menyampaikan ajaran
Islam secara lisan guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum muslimin
agar mereka dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam yang karenanya
pemahaman dan prilakunya dapat berubah menjadi lebih Islami.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Unsur-unsur dakwah
ialah suatu komponen atau bagian yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah.
Hubungan antara unsur-unsur tersebut sangat menentukan efektifitas dan efesiensi dalam
penyampaian dakwah.
Adapun unsur-unsur
dakwah, yaitu da’i, mad’u, wasilah, thariqah, atsae dll, kesemuanya ini sangat
erat hubungannya dalam proses penyampaian dakwahtidak akan efektif dan sempurna.
B.
SARAN
Kami menyadari tentu
masih banyak terdapat kkurangan dan kesalahan baik dari penulisan serta
penyajian dalam makalah ini, oleh sebab itu kami mengharapkan masukan-masukan
dari dosen serta teman-teman guna kesempurnaan makalah yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar