Jumat, 17 Oktober 2014

MAKALAH UNSUR - UNSUR DA'WAH






OLEH:

Nama: burhanuddin

Nim: 12220027

Semester: v b




Prodi pendidikan agama islam (pai)

Sekolah tinggi agama islam (stai)as’adiyah 

sengkang kabupaten wajo

Tahun ajaran 2O14





BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Melihat dari realita dalam kehidupan dijaman moderen ini, sebagian besar umat islam yang keislamannya hanya sebagai identitas saja. Cara bertutur kata, berprilaku, berpakaian (akhlak) tidak sesuai dengan ajaran islam yang sebenarnya. Dengan dakwah, umat islam bisa berpikir lebih baik sehingga timbul rasa kesadaran, penyesalan diri masing-masing untuk berprilaku yang islami. 

            Makalah ini mengajak kaum muslimin dan muslimat untuk mengetahui pentingnya dakwah dalam perubahan karakter dari yang tidak baik menjadi baik dan mengetahui berdakwah itu sebagai amanah bagi kaum muslimin dan muslimat    
 B.  Rumusan Masalah
1.  Peranan da’i dalam kehidupan
2.  Hukumdalam berdakwah
3.  Persiapan dalam materi dakwah
4.  Retorika da’i dalam berdakwah



BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN 
       Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Adapun unsur-unsur dakwah adalah:

Da’i (pelaku dakwah)
      Nasaruddin Lathif mendevinisikan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok.

       Seorang da’i hendaklah mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serata apa yang dihadirkan dakwa untuk memberi solusi,terhadap problema yang dihadapi manusia, juga cara-cara yabg dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan prilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.

          Da'i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang  di jalan Allah [ fi-Sabiilillah ], atau mengajak orang  untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW.  Berhasil tidaknya gerakan dakwah  sangan ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi metodologis :

1.  Kompetensi Substantif :

       1]. Memahami agama Islam swecara konverhensif, tepat dan benar.
     2]. Memiliki al-akhlaq al- kariimah,  seorang pribadi yang menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak oang menuju kemuliaan, tentula seorang da’i  memiliki  akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya,seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar,
 tawaddhu’, adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, dan sifat-sifat mulia lainnya, lebih dari itu kuci utama keberhasilan da’i adalah satu kata dan perbuatan.  Allah mengancam seorang da’i atau siapa saja yang perkatannya tidak sejalan dengan perbuatannya , atau hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat. Allah AWT berfirman:
ا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
 “ Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. “ [ Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 ]
       3]. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi informasi baik cetak maupun elektronik, ilmu patologi sosial dll.
       4]. Memahami hakikat dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan prubahan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai contoh : Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang betil kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama Islam menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang dengan ichlasan, tekat yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

 “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka menguh keadaan yang ada pada diri mereka sendiri “. [ Q.S. ar-Ra’d 13: 11 ]
            5]. Mencintai objek dakwah [ mad’u ] dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi seorang  da’i dalam berdakwah, rasa cinta dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa ketenangan dalam berdakwah, seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apapun, walaupun dalam keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau meremehkan  bahkan membeci, kecintaan da’i terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian, hati da’i boleh prihatin dan dibalik keprihatinan tersebut seyogyanya da’i dengan ikhlas hati mendo’akan agar mad’u mendapat petunjuk dari Allah SWT karena demikianal yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW :

عَنْ أَنَسٍ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

        “ Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” [ HR. Bukhari dan Muslim ] .

           Waktu Nabi Muhammad SAW berdakwah, beliau dicaci maki dan sisakiti secara fisik, Nbi Muhammad SAW berdo’a :

اللهم اغفر لقومى فإ نهم لا يعلمون    
         “ Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”

        6]. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik. Da’I harus memahami latar belakang kondisi social, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah, paling tidak mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.

        7]. Memiliki kejujuran dan rasa ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupkan factor yang sangat prinsip, dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT, dan aktifitas dakwah yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari Allah SWT.

2. Kompetensi Metodologis :
           1]. Da’i atau muballigh harus mampu mengidentifikasi  permasalah dakwah yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menemukan kondisi objektif permasalah yang dihadapi oleh objek dakwah.

          2]. Muballigh harus mampu mencari dan mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektif objek dakwah serta kondisi lingkungannya.

          3].  Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua di atas seorang da’I akan mampu menyusun langkah-langkah perencanaan bagi kegiatan dakwah yang dilakukannya.

          4].  Berkemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam melaksanakan kegiatan dakwa. 

B.  Mad’u (Penerima Dakwah)
        Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia menerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai klompok, baik manusia yang beragama islam maupun tiak; dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama ilam adalah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama islam; sedangkan kepada orang-orang islam adal ah untuk meningkatkan lagi kualitas iman, islam, dan ikhsan.
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga mad’u, yaitu mukmin, kafir, dan munafik.

1.       Mukmin, yaitu seorang muslim yang sudah istiqomah atau konsisten dalam berpegang kepada nilai-nilai kebenaran sampai kepada hal-hal yang terkecil, seperti mukmin hanya berbicara yang baik, jika mendapati sesuatu yang mengganggu orang lewat ketika ia melewati suatu jalan maka ia tidak akan meneruskan perjalanannya sebelum menyingkirkan sesuatu yang mengganggu itu, merasa sependerita dengan mukmin yang lain dan seebagainya.

2.        Kafir, yaitu orang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran,sepert orang yang tidak beragama islam atau orang yang tidak mau membaca syahadat, orang islam yang tidak mau sholat, orang islam yang tidak mau berpuasa dan berzakat.

3.       Munafik, yaitu terminologi dalam islam yang merujuk kepada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama namun sebenarnya tidak mengakuinya dalam hatinya, seperti saat berkata-kata dia berdusta, ketika berjanji dia ingkari, ketika diberi amanah dia khianati.
          Objek dakwah [ mad’u ] ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT :

       “ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainka kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Q.S. As-Saba’ 34: 28 ].

      Berdasarkan ayat tersebut dapat difahami bahwa objek atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau  dari berbagai aspek secara khusus sebagai berikut :

          1. Aspek usia ; anak-anak, remaja dan orang tua.
          2. Aspek kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
          3. Aspek agama ; Islam dan kafir atau non muslim

          4. Aspek sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan  kota besar, serta   masyarakat marjinal dari kota besar.

         5. Aspek sturktur kelembagaan ; Legislati, ekskutif, dan yudikatif.

         6. Aspek kultur ke-beragamaan ; Priyayi, abangan dan santri.

       7. Aspek ekonomi ; Golongan kaya, menegah, dan miskin.

          8. Aspek mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan,karyawan, buruh dll.

         9. Aspek khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.

    10. Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.

   Para da’I tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek atau sasaran dakwah itu sendiri.  Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu’amalah [ pndidikan, social, ekonomi, polit

C.      Hukum Dakwah
      Jika min yang ada pada Surat Ali Imaron ayat. 125 di atas [ minkum ] adalah min lil bayaniyah, maka dakwah menjadi kewajiban bagi setiap orang [ individual ] orang Islam, tetapi jika min  dalam ayat tersebut  adalah min littab ‘idhiyyah [ menyatakan untuk sebahagian ] maka dakwah menjadi kewajiban ummat secara kolektif atau pardhu kifayah.  Dua pengertian tersebut dapat digunakan sekaligus.  Untuk hal-hal yang mampu  dilaksanakan secara individual, dakwah menjadi kewajiban setiap muslim [ fardhu ‘ain ] , sedangkan untuk hal-hal yang hanya mampu dilaksanakan secara kolektif, maka dakwah menjadi kewajiban yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah ].  Setiap muslim dan muslimat yang sudah baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif.  Secara pasif dalam arti semua sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat. 
                                                           
          Kewajiban berdakwah bagi setiap individu, selain dinyatakan dalam ayat tersebut di atas ditegaskan juga dalam Al-Qur’an, dan pesan Rasulullah Saw pada waktu Haji Wada’, :

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

            Artinya: “ Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran “.[Q.S. Al-‘Ashr/103].

فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّهُ رُبَّ مُبَلِّغٍ يُبَلِّغُهُ لِمَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ (رواه البخا رى )

  “ ....maka hendaklah yang menyaksikan di antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena boleh jadi yang hadir itu menyampaikannya kepada orang ..”. [ H.R. Bukhari ].
 Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً رواه البخاري)
Artinya: "..... sampaikanlah apa yang (kamu terima) dariku, walaupun satu ayat..."
(HR Bukhari)

D.     Maddah (materi penyampaian dakwah)
        Maddah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan Da’i kepada Mad’u. Secara umum materi dakwa dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:
1.      Masalah akidah (keimanan)
2.      Masalah syariah (hukum)
3.      Masalah muamalah (hubungan sosial)
4.      Masalah akhlak (tingkah laku).

          Allah SWT telah memberi petunjuk  tentang materi dakwah yang harus disampaikan , untuk lebih jelasnya perlu mencermati firman Allah Swt sebagai berikut :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
    
          “ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar……[Q.S. Ali-Imran : 104 ].

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
           “ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu…..” [ Q.S. As-Nahl: 125]
           Dalam ayat tersebut yang dimaksud al-Khair adalah nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, Al-Khair menurut Rasulullah Saw sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Katsir dalam Tafsirnya adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Nbi Muhammad Saw, sedangkan Al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat selama sejalan dengan Al-Khair.     Yang dimaksud dengan Sabili Rabbika adalah jalan yang ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajara Islam.

         Dari dua ayat tersebut dapat difahami bahwa materi dakwah pada gasis besarnya dapat dibagi dua :
1. Al-Qur’an dan Hadits

2. Pokok-pokok ajaran Islam yaitu ; aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalah mencakup pendidikan, ekonomi, social, politik, bua dll Thariqah (metode dakwah)

      E.  Thariqah (metode dakwah)
        Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw : 
     
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

           “ Serulah [ manusia ] kepada  jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16: 125 ].

        Dari ayart tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama’ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :

1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.

2. Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.

3. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya  Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap  bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran. Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut.  Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

            “ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
         Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;

1. Metode dengan tangan [ bilyadi ], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.

2. Metode dakwah dengan lisan [ billisan ], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.

3. Metode dakwah dengan hati [  bilqolb ],   yang dimaksud  dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’I atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar,  tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

        Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal.  Keberhasilan dakwah  Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.

F.      Wasilah (media dakwah)
        Wasilah/media dakwah adalah alat yang digunakn untuk menyampaikan ajaran islam kepada umat, Hamzah Ya’qup membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu;

1.      Lisan (berpidato, cerama, bimbingan, penyuluhan,dan sebagainy)
2.      Tulisan (karya tulis, mjlah, surat kabar, dn spanduk)
3.      Lukisan (gambar dankariktur)
4.      Audiovisual (televisi, radio, internet, dan debagainya)
        Akhlak (melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan jaran islam yang secara langsug dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u).

G.    Atsar (efek)
          Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan fek atau reaksi. Artinya, jika dakwa telah diakukan oleh seorang da’i engan materi dakwah, Wasilah dan thariqah tertentu maka akan timbul respon dan efek pada si Mad’u.
Atsar (efek) sering disebut denga feadback (umpan balik) dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da’i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah berdakwah, maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya.

H.    Managemen Dakwah 
  Magagamen dakwah memegang pranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah. Yang dimaksud dengan managemen dakwah adalah suatu proses pemampatan serta pendayagunaan kseluruhan sub system dakwah dakwah secara effektif untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah.
Dalam upaya membangun managemen dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip managemen secara keseluruhan, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip managemen dakwah adalah :
1. Organisasi dakwah.  Oraganisasi dakwah yang dibentuk dengan baik, dengan menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sesuai dengan bidang, bakat, dan minat mereka masing masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi kekuatan gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif, dan akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.
2. Plening dakwah. Perencanaan dakwah yang baik dan terprogran secara rapi, dan bertahap akan sangat menetukan tahapan-tahapan apa yang harus dicapai, sebaliknya dakwah yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang mateng akan sulit mencapai sasaran dan tujuan yang jelas.
3. Aktuating dakwah atau pelaksanaan dakwah,  dakwah yang dilaksanakan dengan berlandaskan perencanaan dakwah yang matang biasanya kegiatan dakwah akan dapan dilaksanakan secara tertib,  teratur, dan efektif.

5.      Kontroling dakwah.  Mengontrol kegiatan dakwah sangat penting untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses dakwah, dan sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses kegiatan dakwah.
                                                     
6. Evaluasi dakwah. Untuk mengetahui apakah dakwah itu berhasil atau tidak, gagal atau tidak harus ada proses evaluasi yang cermat, teliti, dan objektif, dengan menetapkan parameter-parameter keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu aktifitas dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif dapat dijadikan konsideran untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang lebih efewktif pada masa berikutnya, dan isyarat untuk mengadakan evaluasi terdapat dalam firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

         “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” [ Q.S. Al-Hasyr 59: 18 ].

       Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa perlu adanya suatu proses evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, untuk merencanakan hidup yang lebih baik di masa-masa yang akan datang, termasuk kegiatan dakwak yang telah dilakukan perludi evaluasi.

I.       Retorika    Da'wah                                 
Retorika (rhetoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara. Kini lebih dikenal dengan nama public speaking. Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai permainan kata-kata (words games), juga bermakna propaganda (mempengaruhi atau mengendalikan pemikiran perilaku orang lain.

Menurut Aristoteles, dalam retorika terdapat 3 bagian inti yaitu:
1.      Ethos (ethical): yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi

2.      Pathos (emotional): yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.

3.      Logos (logical) : yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara.

Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu mendramatisir (membuat jama’ah merasa tertarik) terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk berceramah dan untuk menjadi muballigh.

         Adapun dakwah berasal dari bahasa Arab yang artinya ‘mengajak’ atau ‘menyeru’. Banyak sekali pengertian dakwah yang dikemukakan oleh para ahli dakwah, tapi pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah aktivitas mengubah situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan Islam menjadi situasi dan kondisi yang sesuai dengan kehidupan Islam. Dengan demikian yang diinginkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan ke arah kehidupan yang lebih Islami.

          Dari definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa retorika dakwah adalah ketrampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum muslimin agar mereka dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam yang karenanya pemahaman dan prilakunya dapat berubah menjadi lebih Islami.


BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

        Unsur-unsur dakwah ialah suatu komponen atau bagian yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Hubungan antara unsur-unsur tersebut sangat menentukan   efektifitas dan efesiensi dalam penyampaian dakwah.

         Adapun unsur-unsur dakwah, yaitu da’i, mad’u, wasilah, thariqah, atsae dll, kesemuanya ini sangat erat hubungannya dalam proses penyampaian dakwahtidak akan efektif dan sempurna.


B.     SARAN


         Kami menyadari tentu masih banyak terdapat kkurangan dan kesalahan baik dari penulisan serta penyajian dalam makalah ini, oleh sebab itu kami mengharapkan masukan-masukan dari dosen serta teman-teman guna kesempurnaan makalah yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar